Perlawanan Menentang Kolonialisme Dan Imperialisme Barat Di Indonesia Sebelum Kurun Ke-18
Pendudukan bangsa barat di Indonesia dengan aneka macam kebijakan yang dibuatnya telah menjadikan ketidaknyamanan bagi penduduk orisinil Indonesia.
Sehingga memancing timbulnya penentangan dari berbgai pihak. Pada pembahasan kali ini akan dijelaskan wacana aneka macam perlawanan oleh penduduk sebelum era ke-18.
Jatuhnya Malaka ke pihak Portugis sangat merugikan jaringan perdagangan para pedagang Islam dari Kepulauan Indonesia.
Solidaritas sesama pedagang Islam terbangun ketika Malaka jatuh ke pihak Portugis. Kerajaan Aceh, Palembang, Banten, Johor, dan Demak bersekutu untuk menghadapi Portugis di Malaka.
Pada tahun 1513, Demak mengadakan penyerangan terhadap Portugis di Malaka. Penyerangan tersebut dipimpin oleh Adipati Unus, putra Raden Patah.
Namun alasannya faktor jarak yang begitu jauh dan peralatan perang yang kurang seimbang serta taktik perang kurang jitu, penyerangan tidak berhasil.
Dipati Unus atau Yunus yakni putra Raden Patah, penguasa Kerajaan Demak di Jawa. Dipati Unus menerima sebutan “Pangeran Sabrang Lor“ alasannya jasanya memimpin armada maritim Demak dalam penyerangan ke Malaka. Pemerintahan Pangeran Sabrang Lor tidak berlangsung lama, dari tahun 1518 – 1521.
Pada tahun 1527, Fatahillah mengadakan penyerangan terhadap Portugis di Sunda Kelapa. Serangan tersebut berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa.
Selanjutnya pada tanggal 22 Juni 1527 nama Sunda Kelapa diganti menjadi Jayakarta atau Jakarta yang berarti kemenangan yang sempurna.
Fatahillah diangkat oleh Sultan Trenggono sebagai wakil Sultan Demak yang memerintah di Banten dan Jayakarta. Fatahillah dilahirkan sekitar tahun 1490 di Pasai, Sumatra Utara.
Nama lain Fatahillah yakni Falatehan, Fadhilah Khan, Ratu Bagus Pase, dan Ratu Sunda Kelapa. Ayahnya berjulukan Maulana Makhdar Ibrahim selaku guru agama Islam di Pasai kelahiran Gujarat, India Selatan.
Rakyat Ternate di bawah pimpinan Sultan Hairun melaksanakan perlawanan. Rakyat menyerang dan memperabukan benteng-benteng Portugis. Portugis kewalahan menghadapi perlawanan tersebut.
Dengan kekuatan yang lemah, tentu saja Portugis tidak bisa menghadapi perlawanan. Oleh alasannya itu, pada tahun 1570 dengan licik Portugis memperlihatkan tipu perdamaian.
Sehari sehabis sumpah ditandatangani, de Mosquito mengundang Sultan Hairun untuk menghadiri pesta perdamaian di benteng. Tanpa curiga Sultan Hairun hadir, dan lalu dibunuh oleh kaki tangan Portugis.
Peristiwa ini menjadikan kemarahan besar bagi rakyat Maluku dan terutama Sultan Baabullah, anak Sultan Hairun. Bersama rakyat, Sultan Baabullah bertekad menggempur Portugis.
Pasukan Sultan Baabullah memusatkan penyerangan untuk mengepung benteng Portugis di Ternate. Lima tahun lamanya Portugis bisa bertahan di dalam benteng yang risikonya mengalah pada tahun 1575 alasannya kehabisan bekal. Kemudian Portugis melarikan diri ke Timor Timur.
Bersambung .... (1, 2, 3) Sumber https://www.berpendidikan.com
Sehingga memancing timbulnya penentangan dari berbgai pihak. Pada pembahasan kali ini akan dijelaskan wacana aneka macam perlawanan oleh penduduk sebelum era ke-18.
a. Dipati Unus (1518 – 1521)
Hanya kurang lebih satu tahun sehabis kedatangan Portugis di Malaka (1511), perlawanan terhadap dominasi Barat mulai muncul.Jatuhnya Malaka ke pihak Portugis sangat merugikan jaringan perdagangan para pedagang Islam dari Kepulauan Indonesia.
Solidaritas sesama pedagang Islam terbangun ketika Malaka jatuh ke pihak Portugis. Kerajaan Aceh, Palembang, Banten, Johor, dan Demak bersekutu untuk menghadapi Portugis di Malaka.
Pada tahun 1513, Demak mengadakan penyerangan terhadap Portugis di Malaka. Penyerangan tersebut dipimpin oleh Adipati Unus, putra Raden Patah.
Namun alasannya faktor jarak yang begitu jauh dan peralatan perang yang kurang seimbang serta taktik perang kurang jitu, penyerangan tidak berhasil.
Dipati Unus atau Yunus yakni putra Raden Patah, penguasa Kerajaan Demak di Jawa. Dipati Unus menerima sebutan “Pangeran Sabrang Lor“ alasannya jasanya memimpin armada maritim Demak dalam penyerangan ke Malaka. Pemerintahan Pangeran Sabrang Lor tidak berlangsung lama, dari tahun 1518 – 1521.
b. Panglima Fatahillah (1527 – 1570)
Dalam rangka memperluas ekspansinya ke kawasan Barat, Demak mengirim Fatahillah untuk menggagalkan rencana kolaborasi antara Portugis dan Pajajaran.Pada tahun 1527, Fatahillah mengadakan penyerangan terhadap Portugis di Sunda Kelapa. Serangan tersebut berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa.
Selanjutnya pada tanggal 22 Juni 1527 nama Sunda Kelapa diganti menjadi Jayakarta atau Jakarta yang berarti kemenangan yang sempurna.
Fatahillah diangkat oleh Sultan Trenggono sebagai wakil Sultan Demak yang memerintah di Banten dan Jayakarta. Fatahillah dilahirkan sekitar tahun 1490 di Pasai, Sumatra Utara.
Nama lain Fatahillah yakni Falatehan, Fadhilah Khan, Ratu Bagus Pase, dan Ratu Sunda Kelapa. Ayahnya berjulukan Maulana Makhdar Ibrahim selaku guru agama Islam di Pasai kelahiran Gujarat, India Selatan.
Gambar: Sultan Baabullah |
c . Sultan Baabullah (1570 – 1583)
Raja Ternate yang sangat gigih melawan Portugis yakni Sultan Hairun yang bersifat sangat anti-Portugis. Beliau dengan tegas menentang perjuangan Portugis untuk melaksanakan monopoli perdagangan di Ternate.Rakyat Ternate di bawah pimpinan Sultan Hairun melaksanakan perlawanan. Rakyat menyerang dan memperabukan benteng-benteng Portugis. Portugis kewalahan menghadapi perlawanan tersebut.
Dengan kekuatan yang lemah, tentu saja Portugis tidak bisa menghadapi perlawanan. Oleh alasannya itu, pada tahun 1570 dengan licik Portugis memperlihatkan tipu perdamaian.
Sehari sehabis sumpah ditandatangani, de Mosquito mengundang Sultan Hairun untuk menghadiri pesta perdamaian di benteng. Tanpa curiga Sultan Hairun hadir, dan lalu dibunuh oleh kaki tangan Portugis.
Peristiwa ini menjadikan kemarahan besar bagi rakyat Maluku dan terutama Sultan Baabullah, anak Sultan Hairun. Bersama rakyat, Sultan Baabullah bertekad menggempur Portugis.
Pasukan Sultan Baabullah memusatkan penyerangan untuk mengepung benteng Portugis di Ternate. Lima tahun lamanya Portugis bisa bertahan di dalam benteng yang risikonya mengalah pada tahun 1575 alasannya kehabisan bekal. Kemudian Portugis melarikan diri ke Timor Timur.
Bersambung .... (1, 2, 3) Sumber https://www.berpendidikan.com
Post a Comment for "Perlawanan Menentang Kolonialisme Dan Imperialisme Barat Di Indonesia Sebelum Kurun Ke-18"