Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Contoh Laporan Penelitian Sosial Ilmiah, Cara Menciptakan Dan Sistematika Penulisan Laporan Penelitian

Pembahsan kali ini yakni ihwal referensi laporan penelitian kualitatif, referensi laporan penelitian kuantitatif, referensi laporan penelitian ilmiah, referensi laporan penelitian sosial, referensi laporan penelitian kesehatan, referensi laporan penelitian pendidikan, cara menciptakan laporan penelitian dan sistematika penulisan laporan penelitian.

Penulisan sebuah laporan sanggup memakai model atau bentuk penulisan naratif (cerita), deskriptif (penggambaran), dan ekspositif (penguraian). Laporan sanggup disampaikan dalam bentuk tertulis maupun secara lisan (dibacakan).

Apakah kalian pernah menulis laporan suatu peristiwa? Apakah pembaca memahami apa yang kalian tulis? Menulis laporan berarti memberikan suatu keterangan mengenai insiden atau hal kepada pihak lain.

Dalam menawarkan keterangan kepada pembaca, maka dalam penulisan laporan perlu memerhatikan mengenai hal berikut.

1. Mengungkapkan keterangan secara lengkap.

2. Objektif, apa adanya.

3. Tidak memasukkan unsur pendapat pribadi.

4. Menggunakan bahasa komunikatif, lugas, dan santun.

5. Disajikan secara sistematis menurut urutan peristiwa.

Contoh laporan Penelitian Sosial

Perhatikan salah satu referensi laporan berikut!

Laporan Penelitian Siswa/i Sekolah Menengan Atas Negeri 1 Amlapura Bali
Musik Genggong Makin Jauh

Musik genggong di tempat Karangasem, khususnya di Desa Budakeling, Kecamatan Bebandem, Bali, telah berkembang ratusan tahun lalu. Musik ini memiliki kualitas seni yang tinggi, bersifat sakral, dan sanggup memberi kesegaran bagi pendengarnya. Sayangnya, dalam pengamatan Ida Nyoman Basmantra, jenis musik ini hampir mengalami kepunahan.

Kondisi itu mendorong siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Amlapura, Bali tersebut, untuk melaksanakan penelitian. Melalui penelitian itu, ia ingin mengetahui asal usul timbulnya musik genggong dan mengapa tampak mulai punah? 

Nyoman juga ingin mengetahui adakah perjuangan masyarakat Budakeling maupun pemerintah untuk melestarikannya? Hasil penelitian Nyoman ini termasuk salah satu finalis Lomba Penelitian Ilmiah Remaja (LPIR) 2004 yang diselenggarakan oleh Departemen Pendidikan Nasional.

Dalam melaksanakan penelitian, Nyoman terjun pribadi mengamati objek yang diteliti di Desa Budakeling dan Desa Jungsri. Nyoman juga mewawancarai sejumlah tokoh masyarakat setempat. Selain itu, ia pun mengumpulkan sejumlah bahan-bahan tertulis yang berkaitan dengan objek yang diteliti.

Berdasarkan penelusuran tersebut, Nyoman mengetahui bahwa genggong yakni seni musik perpaduan antara getaran dawai yang berasal dari pelepah pohon enau dan reng dari lisan pemainnya. Perpaduan tersebut menghasilkan bunyi atau nada yang dikehendaki. Alat musik ini diilhami oleh bunyi kodok sawah yang disebut enggung.

Musik genggong merupakan salah satu alat musik yang sangat terkenal zaman dulu. Musik ini sangat diminati dan disenangi banyak orang. Alat musik ini sudah ada dari dulu dan tidak terperinci asal usul maupun sejarahnya.

Munculnya musik ini diperkirakan bersamaan dengan seni tari gambuh yang juga tidak diketahui asal usulnya. Genggong terkenal di kalangan masyarakat Bali, khususnya di Karangasem.

Genggong berkembang ke Budakeling alasannya yakni zaman dulu seniman genggong terkenal dari tempat ini. Keberanian mementaskan musik ini ke banyak sekali desa ditambah kepiawaian memainkannya menjadikan Budakeling terkenal dengan genggongnya.

Ketenaran seniman genggong Budakeling menimbulkan banyak kalangan masyarakat sekitar ingin mempelajari. Namun, pada tahun 1963, terjadi musibah besar di Karangasem, yaitu meletusnya Gunung Agung. Peristiwa itu menciptakan seniman musik genggong tidak lagi memikirkan musik ini.

Bagi mereka, yang penting menyelamatkan diri dari muntahan lahar Gunung Agung. “Inilah yang menimbulkan banyak seniman genggong tidak serius lagi menggeluti kesenian ini,” tutur Ida Nyoman Basmantra. Kini, seniman musik genggong Budakeling tinggal seorang, namanya Ida Wayan Padang, 86 tahun.

Menurut cerita, semenjak zaman dulu musik ini sangat akrab kaitannya dengan kegiatan sosial kemasyarakatan. Selain untuk bersenang-senang atau mengisi waktu luang, kesenian ini juga sering dipentaskan dan menerima permintaan dari masyarakat yang mengadakan upacara. Dahulu, grup band genggong Budakeling sering mengiringi kesenian tari tradisional gambuh sebagai pelengkap.

Musik genggong berbeda dengan musik lain. Musik lain biasanya ruang resonansinya dipadukan dengan benda lain supaya sanggup menjadikan bunyi. Pada musik genggong tidak, alasannya yakni pelawah atau ruang resonansinya haruslah memakai lisan pemain. 

Untuk memperoleh bunyi, hanya memerlukan pengatur bunyi dari napas. Suara atau bunyi yang dihasilkan pun sangat menarik alasannya yakni ibarat bunyi sejenis katak sawah atau enggung.

Satu-satunya grup band genggong yang masih lestari di Kecamatan Karangasem ada di Dusun Jungsri, Kecamatan Bebandem. Grup musik genggong ini sanggup bertahan alasannya yakni adanya kesenian Drama Tari Gambuh dan Aci di Pura Saren Kangin. Kedua kesenian tersebut harus memerlukan musik gambuh sebagai pengiring tari maupun suplemen upacara. Hanya anggota grup band ini sebagian besar sudah lanjut usia.

Berdasarkan serangkaian penelitian itu, Nyoman menyimpulkan bahwa hingga ketika ini belum terperinci asal usul musik genggong. Musik genggong tergolong musik yang sulit dimainkan. Minat dan talenta yang tinggi merupakan faktor utama untuk sanggup mempelajari dan memainkan alat musik ini.

Kurangnya minat mempelajari musik genggong menjadi penyebab kepunahannya. Padahal, musik genggong merupakan salah satu akar budaya bangsa Indonesia. 

Karena itu, ia menyarankan semua pihak yang terkait dengan pelestarian musik genggong untuk secepatnya mengambil inisiatif atau tindakan supaya musik ini tidak mengalami kepunahan. Untuk itu, katanya, perlu diadakan training atau penyuluhan ihwal pentingnya warisan leluhur atau budaya tradisional Bali mirip genggong.

(Sumber: www.republika.co.id, Jumat, 12 November 2004, 
dengan pengubahan)

Laporan akan lebih baik disampaikan dalam bentuk eksposisi secara induktif, yang memaparkan fakta secara objektif.Fakta berupa rincian mirip daftar orang, formasi angka, peta, statistik, atau grafik, yang sanggup diletakkan pada lampiran. Perlu kau ingat, fakta-fakta dalam laporan bersifat benar.

Jika sebuah laporan disajikan dalam bentuk karya ilmiah, maka laporan tersebut harus memenuhi persyaratan karya ilmiah, contohnya harus memakai bahasa yang baku dan bentuk standar penulisan ilmiah.
Struktur penulisan karya ilmiah biasanya mencakup hal berikut.
1. Judul
2. Nama kegiatan
3. Latar belakang
4. Tujuan pengamatan
5. Waktu pelaksanaan
6. Tempat/lokasi pengamatan
7. Metode yang digunakan
8. Hasil
9. Penutup (kesimpulan dan saran)
Pembahsan kali ini yakni ihwal referensi laporan penelitian kualitatif Contoh Laporan Penelitian Sosial Ilmiah, Cara Membuat Dan Sistematika Penulisan Laporan Penelitian
Laporan Ilmiyah
Dari unsur-unsur tersebut, tidak menutup kemungkinan adanya unsur lain, mirip kendala-kendala kegiatan, pendanaan, dan lain-lain.

Dalam penulisan laporan, unsur-unsur di atas sanggup dijadikan sebagai kerangka laporan sebelum dikembangkan menjadi sebuah laporan yang utuh, yang sanggup kalian tulis mirip berikut.

1. Judul

2. Nama Kegiatan
 
Penelitian

3. Latar Belakang
 
– Musik genggong yang berkembang di tempat Karangasem, khususnya di Desa Budakeling, Kecamatan Bebandem, Bali, hampir mengalami kepunahan.

4. Tujuan Penelitian
 
 – Mengetahui asal usul timbulnya musik genggong, alasan tampak mulai punah, dan perjuangan masyarakat Budakeling maupun pemerintah untuk melestarikannya.

5. Tempat/Lokasi Penelitian

– Di Desa Budakeling, Kecamatan Bebandem, Bali.

6. Metode yang Digunakan

Wawancara

7. Hasil

Perincian

8. Penutup


Sumber https://www.berpendidikan.com

Post a Comment for "Contoh Laporan Penelitian Sosial Ilmiah, Cara Menciptakan Dan Sistematika Penulisan Laporan Penelitian"