Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Perundingan Hooge Veluwe: Usaha Usaha Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia

Pembahasan kali ini ialah perihal usaha mempertahankan kemerdekaan indonesia, usaha-usaha mempertahankan kemerdekaan indonesia dan perundingan-perundingan dengan dewan keamanan PBB.

Diplomasi Indonesia di Dunia Internasional

Ada dua referensi usaha yang mewarnai upaya mempertahankan proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945–1949. Keduanya ialah agresi militer dan diplomasi.

Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, kedua referensi itu ternyata sanggup saling mengisi serta melengkapi usaha kita. Kita akan mendeskripsikan acara diplomasi Indonesia di dunia internasional untuk mempertahankan kemerdekaan.

a. Perundingan Hooge Veluwe

Setelah beberapa kali upaya negosiasi menemui kegagalan, hasilnya tanggal 14–25 April 1946 pemerintah Republik Indonesia dan pemerintah Belanda melangsungkan negosiasi di Hooge Veluwe, Belanda.

Bertindak selaku perantara ialah Sir Archibald Clark Kerr (Inggris). Indonesia mengirimkan diplomatnya antara lain Mr. Suwandi, dr. Sudarsono, dan Mr. Abdul Karim Pringgodigdo.

Konsep negosiasi yang dibawa diplomat Indonesia antara lain biar pemerintah Belanda mengakui kedaulatan de facto Republik Indonesia atas Jawa dan Sumatra.

Namun, undangan ini ditolak oleh delegasi Belanda yang terdiri Dr. Van Mook, Prof. Logemann, Dr. Idenburg, Dr. Van Royen, Prof. Van Asbeck, Sultan Hamid II, dan Surio Santoso.

Hasil negosiasi hooge veluwe

Mereka hanya mengakui kedaulatan Republik Indonesia atas Jawa dan Madura, itu pun masih dikurangi daerahdaerah yang dikuasai tentara Sekutu. Perundingan pun mengalami kegagalan dan kebuntuan.
Pembahasan kali ini ialah perihal usaha mempertahankan kemerdekaan indonesia Perundingan Hooge Veluwe: Usaha Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia
Tempat Perundingan Hooge Veluwe - Belanda

b. Perundingan di Dewan Keamanan (DK) PBB

Pembahasan problem Indonesia dalam sidang-sidang DK-PBB dilakukan tanggal 12 Agustus 1947. Pemerintah Indonesia mengutus diplomatnya, yaitu H. Agus Salim dan Sutan Sjahrir.

Tugas mereka berdua untuk berbicara di muka sidang DK-PBB menjelaskan usaha rakyat Indonesia, politik penjajahan Belanda, dan meminta DK-PBB untuk membentuk tubuh arbitrase yang tidak memihak.

Komisi tiga negara

PBB lalu membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) yang terdiri Australia (usulan delegasi Indonesia), Belgia (usul delegasi Belanda), dan Amerika Serikat (usulan kedua pihak).

Dalam persidangan DK-PBB itu terjadi perdebatan sengit antara Sutan Sjahrir dan diplomat Belanda van Kleffens. Sjahrir berkata bahwa semenjak periode XIV di Indonesia telah ada Kerajaan Majapahit yang daerahnya mencakup Asia Tenggara.

Namun, kolonialisme Belanda telah menghancurkan kecemerlangan Indonesia itu. Saat Belanda takluk kepada Jepang dalam Perang Pasifik, tanah air dan bangsa Indonesia berada dalam genggaman Jepang.

Ketika Jepang mengalah kepada Sekutu, kaum nasionalis Indonesia berhasil memproklamasikan kemerdekaannya. Dengan demikian, terperinci Sjahrir, Indonesia bukan buatan Jepang.

Tentu klarifikasi Sjahrir ini dibantah oleh Kleffens. Ia menyampaikan bahwa Republik Indonesia bukanlah negara yang berdaulat.

Oleh sebab itu, ia mengusulkan kepada sidang DK-PBB memanggil utusan Indonesia Timur dan Borneo biar memberi keterangan.

Akhirnya, diplomasi Indonesia menerima tunjangan dari dominan anggota DK-PBB dan pada tanggal 27 Oktober 1947 KTN pun mulai bertugas di Indonesia.


Sumber https://www.berpendidikan.com

Post a Comment for "Perundingan Hooge Veluwe: Usaha Usaha Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia"