Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Yang Menandai Lahirnya Sistem Demokrasi Terpimpin
Pembahasan kali ini yaitu perihal dekrit presiden 5 Juli 1959, ciri ciri demokrasi terpimpin, latar belakang pemilu pertama di Indonesia tahun 1955 dan sebutkan isi dekrit presiden 5 Juli 1959.
Pada ketika sidang pleno Konstituante di Bandung itu, presiden memberikan pidato yang berjudul Res Publika! Sekali Lagi Res Publika!
Beliau antara lain mengatakan, ”Marilah kita mencari dan menemukan kepribadian kita sendiri. Saudara-saudara, pokok daripada pokok permintaan saya ialah: Saya minta saudara-saudara menetapkan UUD’45 sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
Oleh alasannya yaitu dengan itu kita semua tetap sadar bahwa kita sebagai bangsa masih berada dalam medan perjuangan. Medan perjuangan! Tetap dalam medan perjuangan. Medan usaha politik, ekonomi, dan sosial.”
Semenjak ketika itu, sumbangan untuk kembali pada Undang-Undang Dasar 1945 mulai diserukan oleh banyak sekali lapisan dalam masyarakat melalui rapat-rapat umum, demonstrasi, petisi, dan lain-lain.
Sesuai pasal 37 UUDS 1950 hal itu belum memenuhi kuorum. Pemungutan bunyi yang kedua diadakan tanggal 1 Juni 1959 dengan hasil 263 bunyi oke dan 203 menolak.
Oleh alasannya yaitu belum juga memenuhi kuorum, diadakanlah pemungutan bunyi yang ketiga tanggal 2 Juni 1959 dengan hasil 264 oke dan 204 menolak.
Setelah tiga kali mengalami kegagalan, hasilnya Konstituante mengadakan reses. Ternyata, sejak itu mereka tidak lagi mengadakan persidangan untuk selama-lamanya.
Untuk mengantisipasi efek krisis konstitusi itu, KSAD Letnan Jenderal A.H. Nasution atas nama Pemerintah/Penguasa Perang Pusat (Peperpu) mengeluarkan peraturan No. Prt/Peperpu/040/1959 perihal Larangan Mengadakan Kegiatan-kegiatan Politik.
Peraturan ini mulai berlaku tanggal 3 Juni 1959 pukul 06.00. Berbagai kalangan kemudian mengusulkan dan mendesak kepada presiden untuk mengeluarkan dekrit perihal berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945 serta membubarkan Konstituante.
Tumpuan keselamatan bangsa hasilnya berada di bahu presiden dan TNI. Dengan berdasar pada staatsnoodrecht atau aturan keadaan ancaman bagi negara, pada tanggal 5 Juli 1959 jam 17.00, Ir. Soekarno mengumumkan Dekrit Presiden.
KSAD mengeluarkan Perintah Harian yang ditujukan kepada seluruh anggota Tentara Nasional Indonesia semoga melakukan dan mengamankan dekrit tersebut. Mahkamah Agung (MA) sendiri juga membenarkan dan mendukung keluarnya dekrit presiden itu.
Begitulah, sehabis dikeluarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 terbentuklah struktur kekuasaan yang baru. Di dalam kekuasaan itu, ada dua kekuatan yang memegang peranan penting, yaitu Ir. Soekarno dan Angkatan Darat dengan tokoh utama A.H. Nasution.
Semenjak ketika itu, sistem kepartaian yang semula bersifat multipartai mulai disederhanakan. Fungsi dan peranan angkatan bersenjata mulai merambah forum sipil dan pemerintahan. Inilah yang dikenal dengan kepercayaan dwifungsi ABRI, bahwa ABRI memiliki misi militer dan sipil.
Sumber https://www.berpendidikan.com
Krisis Politik dan Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Pada tanggal 22 April 1959 Presiden Ir. Soekarno dengan sumbangan TNI, Dewan Nasional, dan kabinet mengkritik Konstituante semoga menghentikan perdebatan yang bertele-tele itu, serta kembali ke Undang-Undang Dasar 1945.Pada ketika sidang pleno Konstituante di Bandung itu, presiden memberikan pidato yang berjudul Res Publika! Sekali Lagi Res Publika!
Beliau antara lain mengatakan, ”Marilah kita mencari dan menemukan kepribadian kita sendiri. Saudara-saudara, pokok daripada pokok permintaan saya ialah: Saya minta saudara-saudara menetapkan UUD’45 sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
Oleh alasannya yaitu dengan itu kita semua tetap sadar bahwa kita sebagai bangsa masih berada dalam medan perjuangan. Medan perjuangan! Tetap dalam medan perjuangan. Medan usaha politik, ekonomi, dan sosial.”
Semenjak ketika itu, sumbangan untuk kembali pada Undang-Undang Dasar 1945 mulai diserukan oleh banyak sekali lapisan dalam masyarakat melalui rapat-rapat umum, demonstrasi, petisi, dan lain-lain.
Pemungutan Suara Konstituante
Untuk menindaklanjuti usul presiden itu, tanggal 30 Mei 1959 Konstituante mengadakan pemungutan suara. Dari 474 orang anggota Konstituante yang hadir, 269 oke kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 dan 199 menolak.Sesuai pasal 37 UUDS 1950 hal itu belum memenuhi kuorum. Pemungutan bunyi yang kedua diadakan tanggal 1 Juni 1959 dengan hasil 263 bunyi oke dan 203 menolak.
Oleh alasannya yaitu belum juga memenuhi kuorum, diadakanlah pemungutan bunyi yang ketiga tanggal 2 Juni 1959 dengan hasil 264 oke dan 204 menolak.
Foto: Pemungutan bunyi konstituante |
Setelah tiga kali mengalami kegagalan, hasilnya Konstituante mengadakan reses. Ternyata, sejak itu mereka tidak lagi mengadakan persidangan untuk selama-lamanya.
Untuk mengantisipasi efek krisis konstitusi itu, KSAD Letnan Jenderal A.H. Nasution atas nama Pemerintah/Penguasa Perang Pusat (Peperpu) mengeluarkan peraturan No. Prt/Peperpu/040/1959 perihal Larangan Mengadakan Kegiatan-kegiatan Politik.
Peraturan ini mulai berlaku tanggal 3 Juni 1959 pukul 06.00. Berbagai kalangan kemudian mengusulkan dan mendesak kepada presiden untuk mengeluarkan dekrit perihal berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945 serta membubarkan Konstituante.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Saat itu Indonesia benar-benar dilanda krisis ketatanegaraan. Hal ini tentu sangat membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa. Benih-benih separatisme tumbuh dan berkembang di banyak sekali daerah.Tumpuan keselamatan bangsa hasilnya berada di bahu presiden dan TNI. Dengan berdasar pada staatsnoodrecht atau aturan keadaan ancaman bagi negara, pada tanggal 5 Juli 1959 jam 17.00, Ir. Soekarno mengumumkan Dekrit Presiden.
Isi dekrit presiden 5 Juli 1959
Isinya antara lain membubarkan Konstituante dan menetapkan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945. Dukungan terhadap dekrit itu pun mengalir dari banyak sekali lapisan.KSAD mengeluarkan Perintah Harian yang ditujukan kepada seluruh anggota Tentara Nasional Indonesia semoga melakukan dan mengamankan dekrit tersebut. Mahkamah Agung (MA) sendiri juga membenarkan dan mendukung keluarnya dekrit presiden itu.
Begitulah, sehabis dikeluarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 terbentuklah struktur kekuasaan yang baru. Di dalam kekuasaan itu, ada dua kekuatan yang memegang peranan penting, yaitu Ir. Soekarno dan Angkatan Darat dengan tokoh utama A.H. Nasution.
Semenjak ketika itu, sistem kepartaian yang semula bersifat multipartai mulai disederhanakan. Fungsi dan peranan angkatan bersenjata mulai merambah forum sipil dan pemerintahan. Inilah yang dikenal dengan kepercayaan dwifungsi ABRI, bahwa ABRI memiliki misi militer dan sipil.
Post a Comment for "Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Yang Menandai Lahirnya Sistem Demokrasi Terpimpin"