Contoh Kumpulan Kisah Dongeng Anak Sebelum Tidur
Berikut ini yakni kumpulan dongeng anak sebelum tidur, dongeng dongeng singkat dan dongeng pendek sebelum tidur serta yang biasanya sering kita dengar yakni dongeng sebelum tidur kancil.
Tentunya kau pernah membaca buku dongeng dongeng. Dongeng apakah yang kau sukai? Cobalah kau ingat-ingat buku dongeng dongeng apa saja yang pernah kau baca! Serta dongeng apa saja yang pernah diceritakan oleh ayah atau ibu sewaktu kau masih kecil? Dan apa bekerjsama yang dimaksud dengan dongeng?
Di sebuah kota, hiduplah seorang saudagar kaya namun tamak yang berjulukan An Li. Suatu hari, ketika An Li sedang berjalan-jalan, ia mendengar percakapan dua penduduk desa.
"Menurut cerita, di dalam hutan itu, ada sebuah bukit sakti. Bukit itu sanggup melipat-gandakan kekayaan …"
An Li penasaran. Ia terus menguping hingga balasannya ia tahu di mana letak bukit yang dibicarakan kedua orang itu.
Tanpa membuang waktu, An Li segera pergi ke bukit sakti itu. Ia pergi ke hutan yang terletak di tepi kota itu. Belum usang ia masuk ke hutan itu, tiba-tiba muncullah seorang pertapa renta di hadapan An Li.
"Pertapa tua, betulkah ada bukit sakti di dalam hutan ini?" tanya An Li.
Pertapa itu pribadi menjelaskan. "Bukit itu akan segera kau temukan begitu saya pergi. Dakilah bukit itu. Di sana terdapat empat tangkai mawar biru. Kau hanya boleh memetik satu tangkai. Jangan berbalik ke mawar yang sudah kau lewati! Ingatlah pesanku. Keserakahan akan menghancurkanmu. Menyesal tak ada gunanya," lanjutnya kemudian menghilang.
Pada ketika itu juga, muncul sebuah bukit hijau di hadapan An Li. Saudagar itu agak takut. Namun, ia mengikuti petunjuk pertapa renta tadi.
Setelah An Li mendaki, ia menemukan setangkai mawar biru yang tumbuh di tanah. An Li segera mendekat. Saat jemari An Li menyentuh helai mahkota mawar tersebut, muncullah peri kecil. Sambil tersenyum sang Peri berkata lembut,"An Li, bila kau memetik mawar ini, maka hartamu akan berlipat lima kali. Kau akan menjadi orang terkaya di kotamu."
"Ah, tanpa memetik kau pun, saya sudah menjadi orang terkaya di kotaku, " An Li pun meninggalkan mawar pertama.
Beberapa ketika kemudian, An Li menemukan mawar kedua. "Mawar kedua ini akan membuatmu menjadi orang terkaya di seluruh negeri, An Li," Ucap peri penjaga mawar itu.
"Huh, tanpa mawar ini pun sebentar lagi saya niscaya sanggup melebihi kekayaan Kaisar Chen," jawab An Li sombong kemudian melanjutkan perjalanannya.
Lalu sampailah An Li pada mawar ketiga. Muncul peri yang berkata, "Petiklah mawar ketiga ini, An Li. Kau akan menjadi orang terkaya di pulau."
"Mawar pertama membuatku menjadi orang terkaya di kota. Mawar kedua membuatku menjadi orang terkaya di negeri. Mawar ketiga ini membuatku menjadi orang terkaya di pulau. Hahaha berarti mawar keempat akan membuatku menjadi orang terkaya di dunia!" ucap An Li penuh ketamakan.
Ia kemudian bertekad menemukan mawar keempat. An Li berlari penuh semangat mencari mawar keempat. Setelah mendaki cukup lama, barulah mawar keempat terlihat. An Li segera mendekat. Dengan penuh ketamakan, tangan An Li mencabut mawar itu hingga ke akar-akarnya.
Anehnya, pada ketika tangannya menggenggam mawar tersebut. Warna biru mawar itu pribadi menjelma hitam. Bersamaan dengan itu, muncul peri penjaga mawar keempat. Wajahnya sangat mengerikan. "Ingatlah An Li, ketamakan dan rasa tidak puas hanya akan menghancurkanmu! Dengan memetik mawar ini, terlihat betapa tamaknya engkau! Tahukah kau apa yang akan mawar ini berikan untukmu jikalau kau memetiknya?" tanya sang peri penuh kemarahan.
"Aku akan menjadi orang terkaya di dunia kan?" tanya An Li gugup.
"Tidak akan! Mawar keempat yang telanjur kau petik itu akan membuatmu menjadi orang paling miskin di dunia. Hartamu akan habis! Terimalah akhir dar ketamakanmu, An Li!" seru sang Peri.
Ucapan tersebut seketika menciptakan An Li berada di kotanya sendiri. "Malangnya nasib Tuan An Li. Baru tadi pagi kudengar empat kapal dagangnya tenggelam. Kini rumah dan hartanya terbakar habis. Bahkan kereta kudanya juga dirampok tadi siang!" sayup-sayup An Li mendengar persakapan sekelompok penduduk kota.
"Hei, lihat! Pengemis itu seakan-akan sekali dengan Tuan An Li!" seru seorang anak kecil kepada temannya, ketika ia melihat An Li.
An Li pribadi melihat dirinya sendiri. Benar saja. Baju yang kini ia pakai sudah compang-camping. An Li terjatuh lemas. Tak ada lagi yang sanggup dilakukannya ketika ini.
Andai saja mawar pertama, kedua, dan ketiga membuatnya puas. Andai saja ia tidak mendengarkan percakapan wacana harta yang sanggup dilipatgandakan… Andai saja ia tak tamak.
Memang benar apa yang dikatakan sang Pertapa Tua. Tak ada gunanya menyesal. Semua ini terjadi lantaran ia tak pernah puas dan bersyukur atas apa yang ia miliki.
Pada zaman dahulu di Pulau Jawa, hiduplah seekor burung bagus berjulukan Merak. Bulunya mengkilat, berwarna indah. Lehernya panjang jenjang dengan kibasan ekor bagaikan kipas.
Merak yang bagus ini mendengar dongeng dari teman-temannya sesama burung. "Ada seekor burung gagah berjulukan Santoana. Burung ini tinggal di Pulau Sumbawa. Hanya burung inilah yang pantas menjadi jodohmu. Kamu bagus dan Santoana gagah…"
Hampir setiap hari Merak mendengar kata-kata ini dari teman-temanya. Akhirnya, pada suatu hari, Merak tetapkan untuk mencari Santoana.
Di suatu pagi yang dingin, Merak pun pergi meninggalkan Pulau Jawa, yang ada di pikirannya hanyalah Santoana yang tampan. Perjalanan Merak memakan waktu berhari-hari. Beberapa maritim dan pulau sudah dilewati.
Ketika ia bertanya pada burung di setiap pulau, jawabannya selalu sama, "Terbanglah terus! Pulau itu berada agak jauh ke timur." Jawaban dari para burung itu tidak menciptakan Merak putus asa. Ia terus terbang, terbang… hingga balasannya ia tiba di sebuah pulau yang sangat panjang.
Bertanyalah Merak dengan napas terengah-engah.
"Pulau apakah ini?"
"Ini yakni Pulau Panjang," jawab Camar santun.
"Masih jauhkah tanah Sumbawa?" tanya Merak lagi.
"O, pulau yang terbentang di depan kita itu yakni Pulau Sumbawa.
Mendengar jawaban Camar, Merak pun sangat gembira. Setelah mengucapkan terima kasih, tanpa merasa lelah beliau pun terbang lagi.
Pulau Sumbawa balasannya berhasil ia pijak. Kini ia tinggal mencari Santoana. Merak melangkah gemulai di sekitar pantai. Ekornya terkibas, leher jenjangnya melongok ke kiri dan ke kanan.
Setelah agak usang mengitari pantai bertemulah beliau dengan burung hitam besar yang sedang mencari makan di tepi pantai. Orang Sumbawa menyebutnya Bongarasang.
Merak mendekat dan menceritakan maksud kedatangannya ke Pulau Sumbawa. Ia juga bertanya wacana Santoana. Bongarasang sangat terpesona melihat Merak yang cantik. Timbullah logika liciknya. Bongarasang akal-akalan membisu dan tertunduk malu.
"Kenapa diam?" tanya Merak tak sabar.
"Aku membisu dan aib lantaran akulah yang kau cari," kata Bongarasang berbohong. Merak lemas mendengar perkataan Bongarasang.
"Indah kabar daripada rupa," keluhnya kecewa, alasannya yakni Bongarasang tidak setampan yang ia bayangkan.
Akan tetapi, lantaran sudah niatnya untuk menikah dengan Santoana, balasannya Merak menikah dengan Bongarasang yang dianggapnya Santoana.
Waktu pun berlalu. Akhirnya pasangan itu memiliki anak. Merak dan Bongarasang berencana mengadakan pesta besar. Bongarasang juga ingin memperkenalkan istrinya yang bagus kepada semua undangan.
Hari pesta pun tiba. Semua usul berdatangan. Burung renta ketua adab juga datang. Merak dan anaknya sudah berdandan di tengah ruangan. Semua tamu memuji kecantikan ibu muda yang berasal dari Pulau Jawa itu. Bongarasang tersenyum bangga.
Ketika program gunting bulu untuk keselamatan bayi burung akan dimulai, berkatalah ketua adat, "Tunggu sebentar, Santoana belum datang."
Mendengar kata ketua adab itu, seketika wajah Merak berubah merah. Ia sangat murka kepada suaminya yang telah berbohong. Bongarasang tertunduk takut
Merak menunggu dengan dada berdebar. Seperti apakah gerangan Santoana?
Dari kejauhan, Santoana tiba dengan gagahnya. Bulunya indah mengkilat tertimpa sinar mentari. Suaranya terdengar nyaring. Pinggulnya melenggok dengan ekor berwarna hijau tua. Berjuntai tertiup angin. Bulu-bulu halus dengan perpaduan warna yang sangat indah, membungkus tubuh dan lehernya.
Tiba-tiba Merak terbang meninggalkan keramaian pesta. Hatinya sakit tak terkira menyangka kalau selama ini beliau sudah dibohongi. Sambil menitikkan air mata, ia melantunkan lagu murung tempat Sumbawa.
Kulempat let biru do,
Ku buya sanak parana
Kudapat taruna kokoh
(Kulewati beberapa pulau dan samudra, untuk menerima jodoh yang sepadan, namun bertemu dengan lelaki pembohong)
Akhirnya Merak meninggalkan Pulau Sumbawa dengan perasaan aib dan kecewa. Anaknya ikut aib dan bersembunyi di dalam tanah. Sampai kini anak burung itu tetap bersarang di dalam tanah. Namanya Bartong. Santoana kemudian dikenal dengan nama Ayam hutan.
Menurut cerita, itulah sebabnya burung Merak tidak ada di Pulau Sumbawa hingga sekarang.
Sumber https://www.berpendidikan.com
Tentunya kau pernah membaca buku dongeng dongeng. Dongeng apakah yang kau sukai? Cobalah kau ingat-ingat buku dongeng dongeng apa saja yang pernah kau baca! Serta dongeng apa saja yang pernah diceritakan oleh ayah atau ibu sewaktu kau masih kecil? Dan apa bekerjsama yang dimaksud dengan dongeng?
Ketamakan An Li
Oleh Rikianarsyi A
Di sebuah kota, hiduplah seorang saudagar kaya namun tamak yang berjulukan An Li. Suatu hari, ketika An Li sedang berjalan-jalan, ia mendengar percakapan dua penduduk desa.
"Menurut cerita, di dalam hutan itu, ada sebuah bukit sakti. Bukit itu sanggup melipat-gandakan kekayaan …"
An Li penasaran. Ia terus menguping hingga balasannya ia tahu di mana letak bukit yang dibicarakan kedua orang itu.
Tanpa membuang waktu, An Li segera pergi ke bukit sakti itu. Ia pergi ke hutan yang terletak di tepi kota itu. Belum usang ia masuk ke hutan itu, tiba-tiba muncullah seorang pertapa renta di hadapan An Li.
"Pertapa tua, betulkah ada bukit sakti di dalam hutan ini?" tanya An Li.
Pertapa itu pribadi menjelaskan. "Bukit itu akan segera kau temukan begitu saya pergi. Dakilah bukit itu. Di sana terdapat empat tangkai mawar biru. Kau hanya boleh memetik satu tangkai. Jangan berbalik ke mawar yang sudah kau lewati! Ingatlah pesanku. Keserakahan akan menghancurkanmu. Menyesal tak ada gunanya," lanjutnya kemudian menghilang.
Pada ketika itu juga, muncul sebuah bukit hijau di hadapan An Li. Saudagar itu agak takut. Namun, ia mengikuti petunjuk pertapa renta tadi.
Setelah An Li mendaki, ia menemukan setangkai mawar biru yang tumbuh di tanah. An Li segera mendekat. Saat jemari An Li menyentuh helai mahkota mawar tersebut, muncullah peri kecil. Sambil tersenyum sang Peri berkata lembut,"An Li, bila kau memetik mawar ini, maka hartamu akan berlipat lima kali. Kau akan menjadi orang terkaya di kotamu."
"Ah, tanpa memetik kau pun, saya sudah menjadi orang terkaya di kotaku, " An Li pun meninggalkan mawar pertama.
Beberapa ketika kemudian, An Li menemukan mawar kedua. "Mawar kedua ini akan membuatmu menjadi orang terkaya di seluruh negeri, An Li," Ucap peri penjaga mawar itu.
"Huh, tanpa mawar ini pun sebentar lagi saya niscaya sanggup melebihi kekayaan Kaisar Chen," jawab An Li sombong kemudian melanjutkan perjalanannya.
Lalu sampailah An Li pada mawar ketiga. Muncul peri yang berkata, "Petiklah mawar ketiga ini, An Li. Kau akan menjadi orang terkaya di pulau."
"Mawar pertama membuatku menjadi orang terkaya di kota. Mawar kedua membuatku menjadi orang terkaya di negeri. Mawar ketiga ini membuatku menjadi orang terkaya di pulau. Hahaha berarti mawar keempat akan membuatku menjadi orang terkaya di dunia!" ucap An Li penuh ketamakan.
Ia kemudian bertekad menemukan mawar keempat. An Li berlari penuh semangat mencari mawar keempat. Setelah mendaki cukup lama, barulah mawar keempat terlihat. An Li segera mendekat. Dengan penuh ketamakan, tangan An Li mencabut mawar itu hingga ke akar-akarnya.
Anehnya, pada ketika tangannya menggenggam mawar tersebut. Warna biru mawar itu pribadi menjelma hitam. Bersamaan dengan itu, muncul peri penjaga mawar keempat. Wajahnya sangat mengerikan. "Ingatlah An Li, ketamakan dan rasa tidak puas hanya akan menghancurkanmu! Dengan memetik mawar ini, terlihat betapa tamaknya engkau! Tahukah kau apa yang akan mawar ini berikan untukmu jikalau kau memetiknya?" tanya sang peri penuh kemarahan.
"Aku akan menjadi orang terkaya di dunia kan?" tanya An Li gugup.
"Tidak akan! Mawar keempat yang telanjur kau petik itu akan membuatmu menjadi orang paling miskin di dunia. Hartamu akan habis! Terimalah akhir dar ketamakanmu, An Li!" seru sang Peri.
Ucapan tersebut seketika menciptakan An Li berada di kotanya sendiri. "Malangnya nasib Tuan An Li. Baru tadi pagi kudengar empat kapal dagangnya tenggelam. Kini rumah dan hartanya terbakar habis. Bahkan kereta kudanya juga dirampok tadi siang!" sayup-sayup An Li mendengar persakapan sekelompok penduduk kota.
"Hei, lihat! Pengemis itu seakan-akan sekali dengan Tuan An Li!" seru seorang anak kecil kepada temannya, ketika ia melihat An Li.
An Li pribadi melihat dirinya sendiri. Benar saja. Baju yang kini ia pakai sudah compang-camping. An Li terjatuh lemas. Tak ada lagi yang sanggup dilakukannya ketika ini.
Andai saja mawar pertama, kedua, dan ketiga membuatnya puas. Andai saja ia tidak mendengarkan percakapan wacana harta yang sanggup dilipatgandakan… Andai saja ia tak tamak.
Memang benar apa yang dikatakan sang Pertapa Tua. Tak ada gunanya menyesal. Semua ini terjadi lantaran ia tak pernah puas dan bersyukur atas apa yang ia miliki.
Sumber: Bobo, 22 Februari 2007
***
Santoana
Gambar: Burung Merak Betina Putih |
Merak yang bagus ini mendengar dongeng dari teman-temannya sesama burung. "Ada seekor burung gagah berjulukan Santoana. Burung ini tinggal di Pulau Sumbawa. Hanya burung inilah yang pantas menjadi jodohmu. Kamu bagus dan Santoana gagah…"
Hampir setiap hari Merak mendengar kata-kata ini dari teman-temanya. Akhirnya, pada suatu hari, Merak tetapkan untuk mencari Santoana.
Di suatu pagi yang dingin, Merak pun pergi meninggalkan Pulau Jawa, yang ada di pikirannya hanyalah Santoana yang tampan. Perjalanan Merak memakan waktu berhari-hari. Beberapa maritim dan pulau sudah dilewati.
Ketika ia bertanya pada burung di setiap pulau, jawabannya selalu sama, "Terbanglah terus! Pulau itu berada agak jauh ke timur." Jawaban dari para burung itu tidak menciptakan Merak putus asa. Ia terus terbang, terbang… hingga balasannya ia tiba di sebuah pulau yang sangat panjang.
Bertanyalah Merak dengan napas terengah-engah.
"Pulau apakah ini?"
"Ini yakni Pulau Panjang," jawab Camar santun.
"Masih jauhkah tanah Sumbawa?" tanya Merak lagi.
"O, pulau yang terbentang di depan kita itu yakni Pulau Sumbawa.
Mendengar jawaban Camar, Merak pun sangat gembira. Setelah mengucapkan terima kasih, tanpa merasa lelah beliau pun terbang lagi.
Pulau Sumbawa balasannya berhasil ia pijak. Kini ia tinggal mencari Santoana. Merak melangkah gemulai di sekitar pantai. Ekornya terkibas, leher jenjangnya melongok ke kiri dan ke kanan.
Setelah agak usang mengitari pantai bertemulah beliau dengan burung hitam besar yang sedang mencari makan di tepi pantai. Orang Sumbawa menyebutnya Bongarasang.
Merak mendekat dan menceritakan maksud kedatangannya ke Pulau Sumbawa. Ia juga bertanya wacana Santoana. Bongarasang sangat terpesona melihat Merak yang cantik. Timbullah logika liciknya. Bongarasang akal-akalan membisu dan tertunduk malu.
"Kenapa diam?" tanya Merak tak sabar.
"Aku membisu dan aib lantaran akulah yang kau cari," kata Bongarasang berbohong. Merak lemas mendengar perkataan Bongarasang.
"Indah kabar daripada rupa," keluhnya kecewa, alasannya yakni Bongarasang tidak setampan yang ia bayangkan.
Akan tetapi, lantaran sudah niatnya untuk menikah dengan Santoana, balasannya Merak menikah dengan Bongarasang yang dianggapnya Santoana.
Waktu pun berlalu. Akhirnya pasangan itu memiliki anak. Merak dan Bongarasang berencana mengadakan pesta besar. Bongarasang juga ingin memperkenalkan istrinya yang bagus kepada semua undangan.
Hari pesta pun tiba. Semua usul berdatangan. Burung renta ketua adab juga datang. Merak dan anaknya sudah berdandan di tengah ruangan. Semua tamu memuji kecantikan ibu muda yang berasal dari Pulau Jawa itu. Bongarasang tersenyum bangga.
Ketika program gunting bulu untuk keselamatan bayi burung akan dimulai, berkatalah ketua adat, "Tunggu sebentar, Santoana belum datang."
Mendengar kata ketua adab itu, seketika wajah Merak berubah merah. Ia sangat murka kepada suaminya yang telah berbohong. Bongarasang tertunduk takut
Merak menunggu dengan dada berdebar. Seperti apakah gerangan Santoana?
Dari kejauhan, Santoana tiba dengan gagahnya. Bulunya indah mengkilat tertimpa sinar mentari. Suaranya terdengar nyaring. Pinggulnya melenggok dengan ekor berwarna hijau tua. Berjuntai tertiup angin. Bulu-bulu halus dengan perpaduan warna yang sangat indah, membungkus tubuh dan lehernya.
Tiba-tiba Merak terbang meninggalkan keramaian pesta. Hatinya sakit tak terkira menyangka kalau selama ini beliau sudah dibohongi. Sambil menitikkan air mata, ia melantunkan lagu murung tempat Sumbawa.
Kulempat let biru do,
Ku buya sanak parana
Kudapat taruna kokoh
(Kulewati beberapa pulau dan samudra, untuk menerima jodoh yang sepadan, namun bertemu dengan lelaki pembohong)
Akhirnya Merak meninggalkan Pulau Sumbawa dengan perasaan aib dan kecewa. Anaknya ikut aib dan bersembunyi di dalam tanah. Sampai kini anak burung itu tetap bersarang di dalam tanah. Namanya Bartong. Santoana kemudian dikenal dengan nama Ayam hutan.
Menurut cerita, itulah sebabnya burung Merak tidak ada di Pulau Sumbawa hingga sekarang.
(Cerita rakyat Sumbawa - Nusa Tenggara Barat,
diceritakan kembali oleh Agung TE Syahbuddin)
Sumber: Bobo, 14 September 2006
Baca juga: Cara Menceritakan Tokoh Idola
Post a Comment for "Contoh Kumpulan Kisah Dongeng Anak Sebelum Tidur"