Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Peristiwa Pemberontakan Di-Tii Di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan Dan Aceh

Pokok bahasan pada artikel kali ini ialah wacana pemberontakan DI/TII (Darus Islam/Tentara Islam Indonesia), dilengkapi pula dengan pembahasan wacana pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan dan Aceh, atau pemberontakan DI/TII Kartosuwiryo, Gambar Foto Kartosuwiryo, Kahar Muzakar, dan Daud Beureueh.

Pemberontakan DI/TII merupakan salah satu tragedi Politik dan Ideologis Nasional pada masa Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia.

Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat

Reaksi dalam bentuk yang lain muncul di Jawa Barat. Tidak hanya mengadakan perlawanan menyerupai di tempat lain, tetapi mereka berniat membentuk negara baru.

Pada tanggal 7 Agustus 1949 diproklamasikanlah Negara Islam Indonesia (NII) di Tasikmalaya oleh Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo. Semula, gerakan Kartosuwirjo hanya berkisar di Jawa Barat.

Mereka sanggup leluasa membentuk Tentara Islam Indonesia dan menguasai daerah-daerah pegunungan alasannya ialah Tentara Nasional Indonesia hijrah ke Jawa Tengah. Empat ribuan pasukan Kartosuwirjo yang berasal dari Divisi Hizbullah-Sabilillah mudah menguasai medan pertempuran.

Usaha untuk menuntaskan konflik secara hening pernah ditempuh oleh pemerintah dengan melibatkan pemimpin Masyumi, Moh. Natsir.

Namun, hingga dua kali usaha itu gagal. Bertahun-tahun usaha Kartosuwirjo untuk menegakkan syariat Islam dengan membentuk negara sendiri, menimbulkan teror bagi rakyat. DI/TII ialah tantangan terberat dan terlama yang harus dihadapi oleh pemerintah Indonesia.

Pokok bahasan pada artikel kali ini ialah wacana pemberontakan DI Peristiwa Pemberontakan DI-TII di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan dan AcehKartosuwirjo sendiri karenanya gres berhasil ditangkap pada tanggal 4 Juni 1962 di Gunung Geber, Majalaya oleh kesatuan-kesatuan Siliwangi dalam Operasi Bratayudha.

Dengan ditangkapnya imam Negara Islam Indonesia ini, berakhirlah petualangan DI/TII di Jawa Barat.

Tapi ternyata gerakan-gerakan dengan misi yang sama juga muncul di tempat lain.

1) Pemberontakan DI/TII Jawa Tengah - Amir Fatah

Gerakan DI/TII dipimpin oleh Amir Fatah. Semula, ia ialah Komandan Laskar Hizbullah di Mojokerto, Jawa Timur. Setelah bergabung dengan TNI, ia masuk Batalion 52 yang dipimpin Mayor Moh. Bachrin di Wonosobo.

Batalion ini kemudian sanggup dipengaruhi sehingga bertambah banyak pengikut Amir Fatah. Akhirnya, pada tanggal 23 Agustus 1949 diproklamasikanlah DI/TII di Desa Pangarasan, Tegal dan menyatakan diri bergabung dengan Kartosuwirjo.

Akibatnya, ada pemerintahan kembar di tempat Brebes–Tegal. Tentu hal ini membingungkan rakyat. Apalagi sesudah pasukan Amir Fatah mulai menyerang pusat-pusat Tentara Nasional Indonesia dan Brimob.

Sementara itu, di Kebumen muncul pula gerakan DI/TII dipimpin oleh Mohammad Mahfu’dh Abdulrachman (Kiai Somalangu). Gerakan yang juga hendak mendirikan negara Islam ini menjadi besar lengan berkuasa alasannya ialah keterlibatan Batalion 423 dan 426.

Untuk menghadapi gerakan-gerakan itu pemerintah membentuk pasukan gres dengan nama Banteng Raiders. Akhirnya, melalui Operasi Guntur tahun 1954 gerakan mereka sanggup dilumpuhkan oleh TNI.

2) Pemberontakan DI/TII Sulawesi Selatan - Kahar Muzakar

Pokok bahasan pada artikel kali ini ialah wacana pemberontakan DI Peristiwa Pemberontakan DI-TII di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan dan Aceh
Kahar Muzakar
Kahar Muzakar menghimpun dan memimpin bekas pejuang kemerdekaan serta laskar-laskar dalam Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS).

Semula, Kahar Muzakar ialah Komandan Tentara Republik Indonesia (TRI) Persiapan Resimen Hasanuddin yang bermarkas di Yogyakarta. Ia pulalah, bersama Andi Matalata dan M. Saleh Lahade yang merintis pembentukan TRI di Sulawesi.

Pada tanggal 30 April 1950 ia mengirim surat kepada pemerintah dan pimpinan APRIS yang berisi tuntutan semoga semua anggota KGSS dimasukkan ke dalam APRIS dengan nama Brigade Hasanuddin.

Tentu, tuntutan ini ditolak oleh pemerintah alasannya ialah demi profesionalisme angkatan perang, pemerintah menerapkan seleksi yang ketat. Hanya yang lulus penyaringan yang sanggup diterima sebagai anggota APRIS.

Ada dua solusi yang ditawarkan pemerintah, yaitu menyalurkan eks gerilyawan itu ke dalam Korps Cadangan Nasional dan memberi pangkat acting Letnan Kolonel kepada Kahar Muzakar.

Namun, ketika akan dilantik tanggal 17 Agustus 1951, Kahar Muzakar bersama anak buahnya melarikan diri ke hutan dengan membawa peralatan dan senjata yang gres didapatkannya. Pada tahun 1952 ia menyatakan tempat Sulawesi Selatan sebagai pecahan dari NII pimpinan Kartosuwirjo.

Penguasaan medan dan proteksi persenjataan menciptakan gerakan Kahar Muzakar sulit dijinakkan. Akhirnya, sesudah lebih kurang 14 tahun bergerilya Kahar Muzakar berhasil ditangkap pada bulan Februari 1965 oleh pasukan Divisi Siliwangi. Gerakan Kahar Muzakar mudah sanggup dipadamkan sesudah pembantu utamanya Gerungan juga berhasil ditangkap pada bulan Juli 1965.

3) Pemberontakan DI/TII Aceh - Daud Beureueh

Pokok bahasan pada artikel kali ini ialah wacana pemberontakan DI Peristiwa Pemberontakan DI-TII di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan dan Aceh
Di Aceh muncul pula gerakan Mohammad Daud (karena ia lahir tanggal 17 September 1899 di Dusun Beureueh, Aceh, Pidie, ia dikenal Daud Beureueh). Pada tanggal 21 September 1953 ia memproklamasikan bahwa Aceh ialah pecahan dari Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia (DI/TII).

Latar belakang gerakan ini ialah akumulasi kekecewaan kepada pemerintah pusat. Dahulu, berdasar Ketetapan Pemerintah Darurat RI No. 8/Des/WKPH tanggal 17 Desember 1949 yang ditandatangani Sjafruddin Prawiranegara (Presiden PDRI), Aceh merupakan provinsi dengan gubernur militernya Daud Beureueh.

Namun, pada tanggal 8 Agustus 1950 Dewan Menteri RIS tetapkan bahwa wilayah Indonesia terbagi menjadi sepuluh tempat provinsi. Provinsi Aceh dilikuidasi menjadi satu kesatuan di dalam Provinsi Sumatra Utara.

Rakyat Aceh yang memiliki andil besar saat-saat awal berdirinya Republik Indonesia pun melawan. Apalagi kesepakatan penerapan syariat Islam yang pernah diucapkan Presiden Ir. Soekarno ketika berkunjung ke Aceh tanggal 16 Juni 1949, tidak pernah ditepati.

Dari situlah, kita merunut munculnya pergolakan di Aceh, bahkan hingga kini. Oleh alasannya ialah itu, pemerintah mudah tidak sanggup menuntaskan pergolakan di Aceh secara tuntas.

Daud Beureueh sendiri karenanya mau turun gunung dan mengadakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh tanggal 17–28 Desember 1962. Pergolakan mulai surut sesudah Daud Beureueh kembali ke tengah-tengah masyarakat.


Sumber https://www.berpendidikan.com

Post a Comment for "Peristiwa Pemberontakan Di-Tii Di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan Dan Aceh"