Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Contoh Cerpen Dengan Sudut Pandang Orang Pertama Pelaku Utama

Setidaknya ada beberapa jenis rujukan cerpen bila ditinjau dari kedudukan tokoh dan sudut pandang pengarangnya, diantaranya; cerpen sudut pendang orang pertama pelaku utama, cerpen sudut pandang orang pertama pelaku sampingan, cerpen sudut pandang orang ketiga pelaku utama dan cerpen sudut pandang orang ketiga pelaku sampingan serta cerpen sudut pandang orang ketiga serba tahu.

Pada pembahasan kali ini kami ingin mengetengahkan rujukan cerpen dengan sudut pandang orang pertama pelaku utama. Silahkan menyimak!

Contoh cerpen sudut pandang orang pertama

Konvensi
Cerpen A. Mustofa Bisri

Sungguh saya bersyukur. Sebagai dukun yang semula paling-paling hanya nyapih dan nyuwuk anak kecil monthah, rewel dan nangis terus, atau mengobati orang disengat kalajengking, kini —sejak seorang sahabatku membawa pembesar dari Jakarta ke rumah— martabatku meningkat. Aku kini dikenal sebagai “orang pintar” dan dipanggil Mbah atau Eyang. Aku tak lagi dukun lokal biasa.

Pasienku yang semakin hari semakin banyak kini tiba dari mana-mana. Bahkan beberapa pejabat tinggi dan artis sudah pernah datang. Tujuan para pasien yang minta tolong juga semakin beragam; mulai dari mencarikan jodoh, “memagari” sawah, mengatasi kerewelan istri, sampai menyelamatkan jabatan. Waktu pemilu kemarin banyak caleg yang tiba dengan tujuan semoga jadi.

Tuhan kalau mau memberi rezeki hamba-Nya memang banyak jalannya. Syukur kepada Tuhan, kini rumahku pun sudah pantas disebut rumah. Sepeda onthel-ku sudah kuberikan pembantuku, kini ke mana-mana saya naik kendaraan beroda empat Kijang. Pergaulanku pun semakin luas.

Nah, di isu terkini pemilihan kepala kawasan atau pilkada ketika ini, tentu saja saya ikut sibuk. Dari daerahku sendiri tidak kurang dari sepuluh orang calon yang tiba ke rumah. Tidak itu saja. Para pendukung atau tim sukses mereka juga tiba untuk memperkuat. Mereka umumnya minta restu dan dukungan.

Sebetulnya bosan juga mendengarkan bicara mereka yang hampir sama satu dengan yang lain. Semuanya pura-pura prihatin dengan kondisi kawasan dan rakyatnya, kemudian memuji diri sendiri atau menjelekkan calon-calon lain. Padahal, rata-rata mereka, berdasarkan penglihatanku, hanya bermodal kepingin. Beberapa di antara mereka bahkan bahasa Indonesianya saja masih baikan aku. Tapi ada juga timbal-baliknya. Saat pulang, mereka tidak lupa meninggalkan amplop yang isinya lumayan.
***
Setidaknya ada beberapa jenis rujukan cerpen bila ditinjau dari kedudukan tokoh dan sudut p Contoh Cerpen dengan Sudut Pandang Orang Pertama Pelaku Utama
Konvensi
Pagi itu dia tiba ke rumah sendirian. Tanpa ajudan. Padahal, kata orang-orang, ke mana-mana dia selalu dikawal asisten atau stafnya. Pakaian safari —kata orang-orang, semenjak pensiun dari dinas militer, dia tidak pernah menggunakan pakaian selain stelan safari— yang dikenakannya tidak bisa menampil-besarkan tubuhnya yang kecil. Demikian pula kulitnya yang hitam kasar, tak sanggup disembunyikan oleh warna bajunya yang cerah lembut.

Bersemangat bila berbicara dan kelihatan malas bila mendengarkan orang lain. Mungkin sebab saya justru termasuk orang yang agak malas bicara dan suka mendengar, maka dia tampak kerasan sekali duduk lesehan di karpetku yang butut.

Dia dongeng bahwa sebentar lagi masa jabatannya sebagai bupati akan habis. Tapi dia didorong-dorong —dia tidak menyebutkan siapa-siapa yang mendorongdorongnya— untuk maju mencalonkan lagi dalam pilkada mendatang.

Sebetulnya dia merasa berat, tapi dia tidak mau mengecewakan mereka yang mengharapkannya tetap memimpin kabupaten yang bodoh ini. “Nawaitu saya cuma ingin melanjutkan pembangunan kawasan ini sampai menjadi kabupaten yang makmur dan berwibawa,” katanya berapi-api. “Saya sedih melihat kawan-kawan di pedesaan, meski saya sudah berbuat banyak selama ini, masih banyak di antara mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan. Perjuangan saya demi rakyat kawasan ini khususnya, belum selesai.”

“Saya sudah menyusun rencana secara sedikit demi sedikit yang saya perkirakan dalam masa lima tahun ke depan, akan paripurna pengentasan kemiskinan di kawasan ini. Saya tahu, untuk itu hambatannya tidak sedikit.” Dia menyedot Dji Sam Soe-nya dalam-dalam dan melanjutkan dengan bunyi yang sengaja dilirihkan.

“Njenengan tahu, orang-orang yang selama ini ada di sekeliling saya, yang resminya merupakan pembantu-pembantu saya, justru malah hanya mengganggu. Sering menjegal saya. Mereka sering mengambil kebijaksanaan sendiri dengan mengatasnamakan saya. Lha akhirnya saya kan yang ketiban awu anget, terkena akibatnya. Sekarang ini beredar isu katanya bupati menyelewengkan dana ini-itu; bupati menyunati bantuan-bantuan untuk masyarakat; bupati membangun rumah seharga sekian miliar di kampung asalnya; dan isu-isu negatif lain. Ini semua sumbernya ya mereka itu.”

“Namun itu semua tidak menyurutkan tekad saya untuk tetap maju demi rakyat kawasan ini yang sangat saya cintai. Saya mohon restu dan dukungan Panjenengan. Saya berjanji dalam diri saya, kalau nanti saya terpilih lagi, akan saya sapu higienis sampah-sampah yang tak tahu diri itu dari lingkungan saya.”

Dia menyebut beberapa nama yang selama ini memang saya kenal sebagai pembantu-pembantu dekatnya. Aku hanya mengangguk-angguk dan sesekali menawarkan lisan heran atau kagum. Sikap yang ternyata membuatnya semakin bersemangat.

“Jadi Sampeyan sudah siap betul ya?” tanyaku untuk pantas-pantas ketika dia sedang menghirup tehnya. Buru-buru dia letakkan gelas tehnya dan berkata, “Alhamdulillah, saya sudah melaksanakan pendekatan kepada Pak Kiai Sahil. Bahkan dia mengikhlaskan putranya, Gus Maghrur, untuk mendampingi saya sebagai cawabup.”

Kiai Sahil ialah seorang tokoh sangat besar lengan berkuasa di kawasan kami. Partai terbesar di sini tak bakalan mengambil keputusan apa pun tanpa restu dan persetujuan kiai yang satu ini. Sungguh cerdik orang ini, pikirku.

“Kiai Sahil sudah memanggil pimpinan partai Anu dan dipertemukan dengan saya. Dan tanpa banyak perdebatan, disepakati saya sebagai calon tunggal bupati dan Gus Maghrur pendamping saya sebagai cawabup. Mudah-mudahan bermanfaat bagi masyarakat yang sudah usang mendambakan pemimpin yang kuat ini dan bisa mengantarkan mereka kepada kehidupan yang lebih layak.”

***
Sesuai pembicaraan di telepon sebelumnya, malam itu sekda tiba bersama istrinya. Sementara istrinya ngobrol dengan istriku, dia eksklusif memberikan maksud tujuannya.

“Langsung saja, Mbah; maksud kedatangan kami selain bersilaturahmi dan menengok kesehatan Simbah, kami ingin mohon restu. Terus jelas kami kesulitan menolak kawan-kawan yang mendorong kami untuk mencalonkan sebagai bupati. Lagi pula memang selama periode kepemimpinan bupati yang sekarang, Panjenengan tahu sendiri, tak ada kemajuan yang berarti. Saya yang selama ini mendampinginya setiap ketika merasa prihatin, namun tidak bisa berbuat apa-apa. Saya harus tutup mata dan indera pendengaran bila melihat dan mendengar wacana penyelewengan atasan saya itu.”

“Jadi, selama ini, Sampeyan tidak pernah mengingatkan atau menegurnya bila melihat dia berbuat yang tidak semestinya?” tanyaku.

“Ya tidak sekali dua kali,” sahutnya, “tapi tak pernah didengarkan. Mungkin dia pikir saya kan hanya bawahannya. Setiap kali saya ingatkan, dia selalu menyampaikan bahwa dialah bupatinya dan saya hanya sekretaris; dia akan mempertanggungjawabkan sendiri semua perbuatannya. Lama-lama saya
kan bosan. Ya akhirnya saya diamkan saja. Pikir saya, dosa-dosanya sendiri.”

“Tapi balasannya kan bisa juga mengenai orang banyak?!”

“Lha, itulah, Mbah, yang menciptakan saya prihatin dan terus mengganggu nurani saya. Tapi ke depan hal ini dihentikan berulang. Saya dan kawan-kawan sudah bertekad akan menghentikannya. Bila nanti saya terpilih, saya tidak akan biarkan praktek-praktek tidak benar menyerupai kemarin-kemarin itu terjadi. Saya akan memulai tradisi gres dalam pemerintahan kawasan ini. Tradisi yang mengedepankan kejujuran dan tranparansi. Pemerintahan yang bersih. Kasihan rakyat yang sekian lamanya tidak mendapat haknya, sebab kerakusan pemimpinnya. Saya tahu persis data-data potensi kawasan ini yang gotong royong tidak kalah dari daerah-daerah lain. Seandainya dikelola dengan baik, saya yakin kawasan ini akan menjadi maju dan tidak tidak mungkin bahkan paling maju di wilayah propinsi.”

“Jadi Sampeyan sudah siap betul ya?” Aku mengulang pertanyaanku kepada bosnya tempo hari.

“Ya, lebih banyak didominasi pimpinan partai saya, Partai Polan, dan pengurus-pengurus anak cabangnya sudah oke mencalonkan saya sebagai bupati dan Drs Rozak dari Partai Anu sebagai cawabupnya. Kaprikornus nanti koalisi antara Partai Polan dan Partai Anu. Menurut hitungan di atas kertas bunyi kedua partai besar ini sudah lebih dari cukup.”

“Lho, saya dengar Partai Anu sudah mencalonkan bos Sampeyan berpasangan dengan Gus Maghrur?” selaku.

“Ah, itu belum resmi, Mbah. Beberapa tokoh dari Partai Anu yang ketemu saya, justru menyatakan tidak oke dengan pasangan itu. Pertama, sebab mereka sudah mengenal betul bagaimana pribadi bos saya dan mencurigai kemampuan Gus Maghfur. Itu kan akal-akalannya bos saya saja. Gus Maghfur hanya dimanfaatkan untuk meraup bunyi mereka yang fanatik kepada Kiai Sahil.”

***
Konferensi Cabang Partai Anu yang digelar dalam suasana demam pilkada, meski sempat memanas, namun berakhir dengan mulus. Drs Rozak terpilih sebagai ketua gres dengan perolehan bunyi cukup meyakinkan, mengalahkan saingannya, Gus Maghrur.

Drs Rozak bergerak cepat. Setelah kelengkapan pengurus tersusun, eksklusif mengundang rapat pengurus lengkap. Di samping program perkenalan, rapat pertama itu juga memutuskan: DPC akan mengadakan konvensi untuk penjaringan calon-calon bupati dan wakil bupati. Drs Rozak menyatakan dalam konferensi pers bahwa selama ini partainya belum secara resmi memutuskan calon dan inilah saatnya secara resmi partai pemenang pemilu kemarin ini membuka registrasi calon dari mana pun. Bisa dari tokoh independen, bisa dari partai lain. Ditambahkan oleh ketua gres ini, bahwa dia sudah berkonsultasi dengan Dewan Pimpinan Pusat Partai dan diizinkan melaksanakan konvensi tidak dengan sistem paket. Artinya, masing-masing mendaftar sebagai calon bupati atau wakil bupati dan gres nantinya ditetapkan siapa berpasangan dengan siapa.

Tak usang sehabis diumumkan, banyak tokoh yang mendaftar, baik sebagai calon bupati maupun calon wakil bupati. Termasuk di antara mereka yang mendaftar sebagai cabup: bupati usang dan sekdanya. Menurut keterangan panitia konvensi, semoga sesuai dengan prinsip demokrasi, calon-calon akan digodok, dipilih, dan ditetapkan melalui pertemuan antara pengurus cabang lengkap, pengurus-pengurus anak cabang, dan organisasi-organisasi underbow partai; dengan ketentuan partai hanya akan mencalonkan satu cabup dan satu cawabup.

Semua orang menunggu-nunggu hasil konvensi partai terbesar di kabupaten itu. Maklum Partai Anu merupakan partai yang diyakini menentukan. Apalagi sebelumnya sudah ramai dan simpang siur informasi mengenai calon-calon dari partai ini. Orang-orang tak ingin terus menduga-duga apakah benar partai yang katanya menyesal dulu mendukung bupati yang kini akan mencalonkannya lagi berpasangan dengan Gus Maghrur, putra Kiai Sahil sesepuh partai. Dan apakah sekda yang konon dicalonkan oleh Partai Polan benar akan berpasangan dengan Drs Rozak yang kini menjadi ketua Partai Anu.

Singkat cerita, konvensi berjalan dengan mulus. Sesuai kesepakatan, calon bupati dipilih sendiri dan calon wakil bupati dipilih sendiri pula. Kemudian yang terpilih sebagai cabup dipasangkan dengan yang terpilih sebagai cawabup. Hasilnya sungguh mengejutkan banyak orang, terutama bupati usang dan sekdanya. Ternyata yang terpilih dan disepakati menjadi calon-calon partai ialah Drs Rozak sebagai cabup dan Ir Sarjono, ketua Partai Polan sebagai cawabupnya.

***
“Itulah politik,” kataku kepada istriku yang tampak resah sehabis mendengar ceritaku. “Untung saya tidak tergiur ketika ada yang menawariku —dan kau ikut mendorong-dorongku— untuk ikutan maju sebagai cawabup!”

Sumber: H T T P ://KUMPULAN-CERPEN.BLOGSPOT.COM

Baca: Macam-macam Sudat Pandang dalam Cerpen

Baca juga: Sudut Pandang Orang Ketiga
Sumber https://www.berpendidikan.com

Post a Comment for "Contoh Cerpen Dengan Sudut Pandang Orang Pertama Pelaku Utama"